Dataran Tinggi Dieng merupakan salah satu nama daerah di Wonosobo.
Daerah tersebut merupakan salah satu daerah tujuan wisata Jawa Tengah, baik
wisatawan domestik maupun wisatawan internasional.
Kemasyuran Dieng terletak pada keindahan alamnya. Ya, Dieng
merupakan salah satu tempat yang menyajikan berbagai fenomena alam yang
memukau, dari bukit dengan sunrise-nya, telaga, gua, hingga candi-candi
peninggalan zaman kerajaan dulu. Namun dibalik itu semua, masyarakat di sekitar
Dieng memiliki cerita tersendiri yang telah mengakar didalam kehidupan mereka.
Dataran Tinggi Dieng yang merupakan daerah sejuk itu memiliki
beberapa desa yang ditinggali oleh masyarakat didalamnya. Di dalam kehidupan
masyarakat tersebut ada fenomena aneh yang terkenal dengan sebutan ‘anak gimbal’.
Anak gimbal sendiri merupakan anak yang berusia 40 hari
sampai 6 tahun dan memiliki rambut gimbal (rambu panjang tidak terurus,
terlihat kusam) yang tumbuh alami dan bukan diciptakan oleh lainnya. Rambut gimbal
tersebut muncul setelah anak tersebut awalnya terserang demam dengan suhu tubuh
sangat tinggi disertai menggigau waktu tidur. Gejala tersebut tidak bisa
diobati sampai akhirnya normal dengan sendirinya namun rambut si anak akan
berubah menjadi gimbal.
Anak-anak gimbal yang ada di Dieng ini kadang
bertingkah tidak seperti anak seumurannya karena sering menyendiri. Masyarakat
setempat percaya bahwa saat anak gimbal tersebut menyendiri, anak tersebut
sedang berinteraksi dengan teman gaibnya. Mereka tidak berani melanggar
pantangan-pantangan menyangkut mitos anak gembel ini, seperti memotong rambut
gimbal tersebut sebelum si anak meminta untuk dipotong. Apabila dilanggar maka
akan mengakibatkan anak tersebut sakit dan rambut akan kembali gimbal.
Rambut gimbal yang dimiliki anak penduduk sekitar
Dieng dipercayai sebagai titipan dari penguasa alam gaib. Rambut dapat dipotong
setelah adanya permintaan dari anak yang bersangkutan. Sebelum dilakukan
ruwatan untuk memotong, biasanya anak gimbal akan mengajukan syarat kepada
orang tuanya dan orang tuanya harus memenuhi keinginannya/permintaannya, karena
jika tidak maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sebelum upacara pemotongan rambut, akan dilakukan
ritual doa di beberapa tempat agar upacara dapat berjalan lancar. Tempat-tempat
tersebut adalah Candi Dwarawati, komplek Candi Arjuna, Sendang Maerokoco, Candi
Gatot Kaca, Telaga Balai Kambang, Candi Bima, Kawah Sikidang, komplek Pertapaan
Mandalasari (gua di Telaga Warna), Kali Pepek, dan tempat pemakaman Dieng. Dan pada
malam harinya akan dilanjutkan upacara Jamasan Pusaka, yaitu pencucian pusaka
yang dibawa saat kirab anak-anak rambut gimbal untuk dicukur.
Setelah dilakukan kirab, menuju tempat
pencukuran. Perjalanan dimulai dari rumah sesepuh pemangku adat dan berhenti di
dekat Sendang Maerokoco atau Sendang Sedayu. Selama berkeliling desa anak-anak
rambut gimbal ini dikawal para sesepuh, para tokoh masyarakat,
kelompok-kelompok paguyuban seni tradisional, serta masyarakat.
Setelah kirab kemudian dilakukan pemandian anak
gimbal di sumur Sendang Sedayu atau Sendang Maerokoco yang berlokasi di utara
Darmasala komplek Candi Arjuna. Saat memasuki sumur Sendang Sedayu tersebut
anak-anak gimbal dilindungi payung Robyong dan kain panjang di sekitar Sendang
Maerokoco. Setelah selesai, anak-anak gimbal tersebut dikawal menuju tempat
pencukuran.
Saat upacara pencukuran akan dipersembahkan
sesajian berupa kepala ayam, tempe gembus, kambing etawa, marmut, sayur mayur dan
sesajian lainnya yang berasal dari hasil bumi sekitaran Dataran Tinggi Dieng.
Sebelum pencukuran, kesenian tradisional akan
menghibur anak-anak gimbal dan masyarakat. Setelah itu proses pemotongan rambut
anak gimbal akan berlangsung sekitar 30 menit bertempat di depan Candi Arjuna.
Pencukuran rambut gimbal ini dilakukan tokoh masyarakat didampingi pemandu dan
pemangku adat.
Berikutnya upacara akan dilanjutkan dengan
menyerahkan benda atau hal yang diminta si anak gimbal sebelumnya. Para abdi
upacara selanjutnya akan menghanyutkan potongan rambut gimbal ke Telaga Warna
yang mengalir ke Sungai Serayu dan berhilir ke Pantai Selatan di Samudera
Hindia.
Penghanyutan potongan rambut gimbal ke sungai
menyimbolkan pengembalian bala yang dibawa si anak kepada para dewa dan selanjutnya
membawa rezeki pada si anak.
Mengenai asal-usul anak gimbal ini ada dua versi.
Pertama, yang umum beredar di masyarakat yaitu bahwa rambut gimbal
tersebut adalah titipan Kyai Kolodete, yaitu nenek moyang masyarakat Dieng yang
pertama kali membuka desa tersebut. Kyai Kolodete bersumpah tidak akan memotong
rambutnya dan tidak akan mandi sebelum desa yang dibukanya menjadi makmur.
Kelak keturunannya akan mempunyai ciri rambut sama seperti dirinya dan itu
pertanda akan membawa kemakmuran bagi desanya. Versi kedua adalah
rambut gimbal tersebut titipan Kanjeng Ratu Kidul di Pantai Selatan.
Kepercayaan ini diyakini masyarakatnya yang sebagian masih menganut kepercayaan
Kejawen.
Untuk melihat proses upacara ini, wisatawan dapat
melihatnya dalam salah satu rangkaian acara tahunan “Dieng Culture Festival”
yang biasanya jatuh di bulan Juli. Acara ini menampilkan ruwatan rambut gimbal,
festival seni budaya, dan pameran produk khas Dieng.
Selamat Ulang Tahun ke - 189 untuk Kabupaten Wonosobo... Semoga dengan bertambahnya usia Wonosobo semakin maju, makmur, serta potensi-potensi yang ada lebih dimaksimalkan. Amiin.
Postingan artikel ini diikutsertakan dalam Giveaway #HariJadiWonosobo189